Generasi Cerdas
Hiruk pikuk pesta rakyat lima tahunan sudah
semakin terasa di se-antero Nusantara. Mulai dari yang sederhana sekedar pasang
spanduk atau banner (print digital) yang di pasang sembarang tempat asal bisa
terlihat publik (pohon, tihang listrik, tembok atau pinggir-pinggir jalan umum).
Yang mempunyai dana lebih, mereka memasang iklan berbayar di tempat advertaising
bahkan beriklan di media baik cetak maupun elekronik. Intinya mereka ingin mempromosikan
dirinya ke hadapan publik agar lebih dikenal, mencari simpati, tebar pesona dan
pada gilirannya ingin dipilih sebagai wakil rakyat. Mereka inilah para CALEG
(Calon Legislatif) yang akan bertarung pada PEMILU 2014 mendatang.
Setelah runtuhnya peerintahan otoriter (zalim)
Orde Baru, Indonesia memasuki babak baru dalam berpolitik mengelola negara.
Rakyat tidak lagi dilecehkan dalam hal memilih wakil atau pemimpinnya. Tidak
ada manipulasi, kebohongan sistemik-terencana dan massiv seperti dipraktekan
Partai berkuasa waktu Orde Baru. Inilah demokrasi. Pemerintahan yang berpusat
pada rakyat, kedulatan ada di tangan rakyat. Dari, oleh dan untuk rakyat.
Sejatinya demokrasi hadir dengan tujuan agar
rakyat lebih sejahtera dan adil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia
sebagai negara Muslim terbesar di dunia mempunyai peranan penting dalam
peradaban manusia khususnya dunia Islam. Sejatinya Indonesia memainkan peran
lebih dalam kancah perekonomian, lingkungan hidup bahkan politik.
Tertangkapnya ketua Mahkamah Konstitusi membuat
Indonesia terciderai secara moral, hukum bahkan politik. Pihak yang seharusnya
sebagai pilar utama penegakkan hukum justru tersangkaut masalah hukum.
Berkaitan dengan tertangkapnya ketua MK, ada pula ikut menjadi tersangka kasus
tersebut. Banten sebagai provinsi berciri religius pun terkena imbasnya, dengan
tertangkapnya adik dari orang nomor satu di Banten, ironisnya lagi “tersangka”
tersebut adalah suami dari Walikota Tangerang Selatan yang mempunyai Motto
“Cerdas, Modern, Religius”. Motto ini seakan-akan hancur tak bermakna.
Motto tersebut baru sebatas cita-cita – kalau
tidak disebut pencitraan. Tangerang Selatan sebagai wilayah pemekaran memang
sudah banyak perubahan dan perbaikan. Infrastruktur, sekolah murah berkualitas
– bahkan gratis, pelayanan kesehatan gratis di semua Puskesmas adalah contoh
nyata. Tangerang Selatan wajib mengambil pelajaran dari tertangkapnya suami
dari walikotanya. Tangsel harus sesuai dengan mottonya. Masyarakat harus lebih
cerdas, tidak lagi memilih pemimpin yang tersangkut kasus hukum. Tidak lagi
tertipu, tergiur bujuk rayu, iming-iming “kampanye surgawi” yang menghembuskan
perubahan serba instant. Apalagi memilih pemimpin yang hanya memperkaya
keluarganya, membangun dinasti super mewah, berkuasa tanpa batas.
Tangsel adalah kota modern. Modern tidak
sebatas bendawi yang serba canggih, berteknologi tinggi. Namun modern dalam
cara berpikir. Tidak terjebak pada paradigma kultus pemimpin hanya karena dia
adalah keturunan atau ada kaitan keluarga dari dinasti tertentu. Modern berarti
mengedepankan rasionalitas dalam berpikir. Rasionalitas dalam memilih pemimpin.
Modern berarti melakukan sesuatu dengan cara
sesuai hukum yang berlaku. Proyek-proyek kedaerahan harus dilaksanakan dengan
transparan, akuntabilitas jelas, bebas dari intervensi pihak penguasa
(keluarganya). Sehingga manfaat dari proyek tersebut dirasakan oleh masyarakat
luas, tidak sekedar bagi-bagi jatah keluarga untuk menambah aset kemewahan.
Tangsel adalah kota religius. Artinya apa yang
dilakukan baik itu kebijakan pemerintahnya maupun prilaku keseharian
masyarakatnya haruslah mencerminkan adanya nilai-nilai religius. Religius artinya
sikap, tutur kata, perilaku atau kebijakan yang diambil sesuai dengan aturan
agama. Agama tidak dijadikan simbol, label pencitraan. Ajaran agama dijadikan
rujukan utama, baik itu secara pribadi, di rumah (keluarga) maupun dalam
interaksi sosial masyarakat pada umumnya. Wa Allahu a’lam.
Komentar
Posting Komentar